Bukti Al-Qaeda “Organisasi Boneka” Buatan Amerika
Bukti Al-Qaeda “Organisasi Boneka” Buatan Amerika
Bukti Al-Qaeda “Organisasi Boneka” Buatan Amerika
“…Kehidupan adalah skenario?…”
“Setelah Al Qaeda dengan
bantuan AS berhasil mengusir Soviet dari Afghanistan, maka AS berusaha
menggulingkan Al Qaeda pada masa presiden George W Bush dengan tuduhan
meraka adalah “organisasi garis keras” karena dianggap sebagai ancaman
ke depan bagi AS.”
“Dan CIA selalu menuduh
kelompok Islam yang ingin dihancurkannya terlibat Al Qaeda. Padahal Al
Qaeda bukanlah sebuah organisasi, namun Al Qaeda merupakan sebuah ‘cara kerja’. Tetapi hal tersebut harus mempunyai persetujuan ‘orang-orang khusus yang mampu’ dalam semua operasinya.”
…”Reality Is An Illusion, Are You Ready To Escape?“…
Beberapa waktu lalu serangan terhadap Al
Qaeda di Yaman, termasuk peluncuran peluru kendali yang dipimpin oleh
Amerika Serikat adalah rasa ketakutan AS yang berlebihan terhadap Al
Qaeda.
Hal ini diungkapkan oleh analis internasional dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Surwandono.
Ia mengatakan, rasa takut AS yang
berlebihan membuat negara adidaya itu semakin berupaya untuk
mengancurkan kekuatan kelompok yang dianggap oleh AS sebagai teroris.
“Hal itu dikarenakan kelompok tersebut
merupakan penghalang bagi kepentingan-kepentingan AS di semenanjung
Arab. Selain rasa takut yang berlebihan, sudah menjadi tujuan AS untuk
memusnahkan Al Qaeda”, ujar Surwandono.
Ia juga mengatakan, bahwa ambisi AS untuk
memusnahkan kelompok tersebut, juga karena Al Qaeda pada awalnya
merupakan kelompok yang dibentuk dan didanai oleh AS untuk menghancurkan
kekuatan Soviet di semenanjung Arab pada waktu itu, termasuk di
Afghanistan dan Pakistan.
Karena pada waktu itu Soviet sangat dekat
dengan negara-negara Arab. “Pada waktu itu, Al Qaeda merupakan boneka
bagi AS untuk menghancurkan Soviet,” tandasnya.
Lebih lanjut Surwandono mengatakan,
setelah Al Qaeda berhasil mengusir Soviet dari Semenanjung Arab, maka AS
pun berusaha menggulingkan Al Qaeda pada masa kepemimpinan presiden
George W Bush dengan tuduhan organisasi garis keras, karena dianggap
sebagai ancaman ke depan bagi AS.
Sejak saat itu, setiap organisasi yang
tidak terima dengan kebijakan-kebijakan luar negeri AS yang ingin
menguasai semenanjung Arab, maka AS mengklaim organisasi dimanapun itu
sebagai “teroris”. “Dan itu berlaku untuk semua organisasi Islam di
dunia, termasuk juga yang ada di Indonesia”, pungkasnya. (InfoWars)
Dulu Al Qaeda, Sekarang Kawan Amerika
Craig Unger, wartawan dan penulis terkenal lulusan Harvard University, pernah menulis bahwa kebijakan politik Amerika Serikat di Timur Tengah selalu berkaitan dengan dua hal: minyak dan Israel (lihat bukunya, House of Bush, House of Saud, Scribner 2004).
Craig Unger, wartawan dan penulis terkenal lulusan Harvard University, pernah menulis bahwa kebijakan politik Amerika Serikat di Timur Tengah selalu berkaitan dengan dua hal: minyak dan Israel (lihat bukunya, House of Bush, House of Saud, Scribner 2004).
Artinya,
semua tindak-tanduk Amerika Serikat di kawasan itu mesti terkait
kepentingan negeri super-power itu akan minyak mentah atau
kepentingannya untuk melindungi Israel, sekutu dekatnya sejak Perang
Dunia II.
Sebagai negeri dengan ekonomi terbesar di dunia bisa dimengerti kebutuhan Amerika Serikat akan minyak mentah.
Karena Timur Tengah merupakan sumber
terbesar minyak dunia, wajar Amerika Serikat selalu mempertahankan
pengaruhnya di kawasan itu.
Tapi Israel? Ini memang agak membingungkan. Dilihat dari sudut mana pun sebenarnya Amerika Serikat tak membutuhkan Israel.
Sejak perang Arab – Israel Oktober 1973, Amerika Serikat selalu membantu negara Yahudi itu sekitar 3 milyar dollar/tahun.
Bantuan terus diberikan sekali pun Amerika Serikat sendiri sedang dilanda krisis ekonomi seperti pada 2008.
Tak satu negara pun di dunia yang
mendapat bantuan seperti itu dari Amerika Serikat, bahkan tidak juga
negara-negara Eropa yang selama ini menjadi sekutu terdekatnya.
Tak aneh kalau Israel muncul sebagai
negara yang kuat secara militer dan ekonomi di Timur Tengah –
ekonominya kira-kira setara Korea Selatan. Ngototnya Amerika Serikat
membela kepentingan Israel seringkali justru merugikan negara adikuasa
itu terutama terkait hubungannya dengan sejumlah negara Arab.
Malah
Amerika Serikat picing mata ketika Israel membangun arsenal nuklir di
Dimona, Gurun Nejev, dekat perbatasan Israel – Jordania.
Itu menjadikan Israel satu-satunya negara
pemilik senjata nuklir di Timur Tengah. Sementara itu Amerika Serikat
terus-menerus menekan Iran hanya karena negeri itu membangun pembangkit
listrik tenaga nuklir.
Dua ahli terkemuka, Profesor John J.Mersheimer dari University of Chicago, dan Profesor Stephen M. Walt dari Harvard University
pernah membuat studi tentang masalah ini. Dan menurut mereka sikap
Amerika Serikat terhadap Israel sama sekali tak ada hubungannya dengan
kepentingan negara itu sendiri, termasuk kepentingan politik luar negeri
Amerika Serikat.
Kalau kenyataannya Amerika
Serikat selalu mendukung Israel, menurut mereka, tak lain karena
pengaruh lobi Israel, yaitu lobi dari orang-orang Israel atau orang
Amerika Serikat keturunan Israel yang berada di Amerika Serikat (lihat
The Israel Lobby and U.S. Foreign Policy, oleh Profesor John
J.Mersheimer dan Profesor Stephen M.Walt, Farrar, Straus and Giroux,
2007).
Maka sekarang pun, tatkala negara-negara
Arab di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara sedang dilanda arus
revolusi yang disebut Musim Semi Arab (Arab Spring), pendekatan Amerika Serikat dengan minyak dan Israel diduga tak akan banyak berubah.
Sesungguhnya ‘Musim Semi Arab’ sekarang tak sesuai dengan keinginan negara adikuasa itu.
Meski tentu saja negara itu tak berusaha
mencegahnya karena akan bertentangan dengan prinsip demokrasi yang
gencar dikampanyekan Amerika Serikat selama ini ke seluruh dunia. Betapa
tidak?
Arab Spring pertama kali hinggap
di Afrika Utara, Januari 2011, menumbangkan Zine El Abidine Ben Ali,
Presiden Tunisia selama 23 tahun, kemudian merayap ke Mesir, menjatuhkan
Presiden Hosni Mubarak yang sudah berkuasa 30 tahun dengan menggunakan
undang-undang darurat.
Baik
Ben Ali mau pun Hosni Mubarak dikenal sebagai teman dekat Israel dan
Amerika Serikat. Jadi dilihat dari kepentingan Amerika Serikat dalam
melindungi Israel, kejatuhan Zine El Abidine Ben Ali dan Hosni Mubarak
adalah merugikan. Apalagi kekuatan dominan dalam perpolitikan Mesir
sekarang adalah kelompok Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood) yang tentu tak disukai Amerika Serikat.
Secara terbatas, gelombang Arab Spring menghempas ke berbagai negara di sekitarnya.
Di Aljazair, misalnya, gerakan protes
berhasil mencabut status negara dalam keadaan darurat yang sudah
berlangsung 19 tahun, atau di Jordania Raja Abdullah terpaksa
memberhentikan Perdana Menteri Rivai dan kabinetnya, dan di Kuwait
kabinet dibubarkan memenuhi tuntutan aksi protes.
Atau paling tidak ada janji-janji
pembuatan undang-undang oleh semacam badan legislatif yang dipilih
seperti dijanjikan Sultan Qaboos di Oman, atau rencana Pemilu lokal oleh
pemilih lelaki September mendatang di Arab Saudi, sesuai janji Raja
Abdullah.
Di Yaman dan Syria, pemerintah
menghadapkan gelombang protes dengan aparat keamanan sehingga keadaan
berubah menjadi aksi kekerasan. Begitu pula yang terjadi di Libya.
Gelombang demo dihadapi dengan peluru.
Maka yang terjadi adalah perang saudara.
Sementara itu pesawat-pesawat pengebom NATO menyerang basis kekuatan
militer Libya atas nama Dewan Keamanan PBB.
Dewan Keamanan turun tangan akibat kekejaman pemimpin Libya Muammar Qaddafi dalam menghadapi para demonstran.
Padahal belakangan sesungguhnya Rezim Qaddafi telah menjalin hubungan akrab dengan Barat. The New York Times, 2 September lalu, mengabarkan bahwa pada hari itu wartawan dan aktivis LSM Human Rights Watch menemukan dokumen di sebuah bekas kantor intelijen di Tripoli.
Dokumen itu mengungkapkan bahwa badan
intelijen Amerika Serikat, CIA, dan badan intelijen Inggris, MI-6,
menjalin kerja sama dengan badan intelijen Libya (Libyan Intelligence Service), setelah Libya menghentikan program pembangunan senjata-senjata non-konvensional, sejak tahun 2004.
Setidaknya diketahui dari dokumen itu
bahwa CIA pernah 8 kali mengirimkan tahanan untuk diinterogasi di Libya,
negeri yang selama ini dikenal sangat kejam menyiksa tahanan.
Terungkap bagaimana Libya meminta CIA menangkap Abu Abdullah al Sadiq dari Libyan Islamic Fighting Group (Kelompok Pejuang Islam Libya) yang ingin menjatuhkan Muammar Qaddafi.
CIA pun menuduh kelompok Islam itu
bekerjasama dengan Al Qaeda. Peristiwa ini nanti membuktikan CIA selalu
menuduh kelompok Islam yang ingin dihancurkannya terlibat Al Qaeda.
Dengan tuduhan itu, di tahun 2004,
Abdullah al Sadiq ditangkap aparat keamanan Malaysia ketika sedang
berkunjung ke negeri itu, bersama istrinya yang sedang hamil. Mereka
lalu dikirim ke Thailand.
Di Bangkok, Sadiq menjadi tahanan CIA dan selama beberapa hari dia disiksa. Akhirnya para agen CIA mengirimkannya ke Libya.
Sejak
itu selama 6 tahun Sadiq menghabiskan hari-harinya penuh penderitaan di
dalam rumah penjara Abu Salim di Tripoli yang terkenal sangat ketat
keamanannya dan amat kejam perlakuannya kepada para tahanan.
Di mana Sadiq sekarang? Peter Bouckaert dari Human Rights Watch mengaku setelah mempelajari dokumen yang ditemukan tadi, tahu kalau Sadiq tak lain dari Abdel Hakim Belhaj, Panglima Militer kelompok revolusioner yang telah mengusir Qaddafi dan kini menguasai Tripoli.
Artinya, dengan jabatan barunya, Belhaj menjadi sekutu NATO dan tentu juga Amerika Serikat.
Rupanya Belhaj dilepaskan dari penjara
pada 2010, setelah ia bersama teman-temannya yang dituduh sebagai Islam
radikal itu melakukan kompromi dengan pemerintahan Qaddafi, antara lain,
mereka tak akan melakukan tindak kekerasan dalam perjuangan.
‘’Kami pegang janji itu. Maka revolusi
ini pun kami mulai dengan penuh damai. Tapi rezim ini berusaha
membubarkan kami dengan kekerasan,’’ kata Abdul Hakim Belhaj. Menurut The New York Time
yang sudah disebut, Belhaj menjadi Panglima Militer Tripoli karena
kemampuannya, selain tentu karena sikapnya yang sejak dulu anti-Qaddafi.
Dia dan teman-temannya berpengalaman berperang mengusir pasukan Uni Soviet dari Afghanistan di tahun 1980-an.
Tapi bukankah Abdul Hakim Belhaj dulu
dituduh CIA bekerja sama dengan Al-Qaeda? Bukankah dia pernah ditangkap
dan menjadi tahanan CIA? Baik CIA mau pun Departemen Luar Negeri
Amerika Serikat tak mau menjelaskan masalah itu kepada The New York Times.
Sebuah sumber di Departemen Luar Negeri
Amerika Serikat ikut bicara tanpa disebutkan indentitasnya, bahwa
pemerintahan Presiden Obama pernah menyampaikan masalah itu kepada
pemerintahan transisi Libya, TNC (Transitional National Council). ‘’Beberapa bulan lalu kami dapat jaminan dari TNC bahwa semuanya berjalan baik,’’ kata sumber itu.
Agaknya yang lebih tepat adalah analisis berita The New York Times
1 September 2011 yang menyebutkan bahwa latar belakang Islamis Belhaj
dan kawan-kawannya bisa dimengerti karena selama ini hanya kelompok
Islamis yang mampu dan berani melawan Rezim Qaddafi yang sangat
represif.
Bagi pemerintah Amerika Serikat bukan
masalah harus bekerja sama dengan orang-orang yang dulu mereka tangkap
dan tuduh sebagai Al-Qaeda. Soalnya Libya memiliki minyak mentah
dengan produksi 1,6 juta barel/hari. Ingat apa yang dikatakan Craig
Unger tentang minyak dan Israel? (Amran Nasution)
Pengakuan CIA Bahwa Al-Qaeda Adalah Rekayasa Semata
(CIA Officials Openly Admit Al-Qaeda Is a Complete Fabrication – a Made in the USA Production) Mar 3, 2009, Dalam sebuah film dokumenter pembunuh BBC berjudul “The Power of Nightmares” (lihat videonya dibawah), pejabat tinggi CIA secara terbuka mengakui bahwa Al-Qaeda sepenuhnya merupakan rekayasa yang tidak pernah ada juntrungannya.
(CIA Officials Openly Admit Al-Qaeda Is a Complete Fabrication – a Made in the USA Production) Mar 3, 2009, Dalam sebuah film dokumenter pembunuh BBC berjudul “The Power of Nightmares” (lihat videonya dibawah), pejabat tinggi CIA secara terbuka mengakui bahwa Al-Qaeda sepenuhnya merupakan rekayasa yang tidak pernah ada juntrungannya.
Pemerintahan Bush memerlukan sebuah alasan logis sesuai undang-undang sehingga mereka bisa mencari kambing hitam “orang tidak baik sesuai pilihan mereka” atau “the bad guy of their choice”
, yaitu undang-undang yang telah diberlakukan dalam rangka melindungi
kita dari demonstrasi dan “organisasi kriminal” seperti Mafia.
Mereka membayar Jamal al Fadl
ratusan ribu dolar agar membuat cerita mengenai Al-Qaeda untuk
Pemerintah Amerika Serikat, sebuah “kelompok” atau organisasi kriminal
yang mereka bisa kejar “menurut hukum”.
“Al Qaeda bukanlah sebuah organisasi. Al Qaeda merupakan sebuah cara kerja … tetapi hal tersebut mempunyai hallmark dalam pendekatannya.” (sumber: mypetjawa.mu.nu/archives/191417.php)
Al-Jazeera Media dan Alat Propaganda AS
Al-Jazeera merupakan Saluran Berita Arab terbesar dan yang paling kontroversial di Timur Tengah yang menawarkan berita dari seluruh dunia selama 24 jam setiap harinya dan memusatkan pemberitaannya pada wilayah konflik terpanas.
Al-Jazeera merupakan Saluran Berita Arab terbesar dan yang paling kontroversial di Timur Tengah yang menawarkan berita dari seluruh dunia selama 24 jam setiap harinya dan memusatkan pemberitaannya pada wilayah konflik terpanas.
Didirikan pada tahun 1996 dan berkantor
di Qatar, jaringan berita Al-Jazeera merupakan jaringan berita yang
paling cepat berkembang di antara komunitas berbahasa Arab dan
orang-orang yang berbahasa Arab di seluruh dunia.
Ketahuilah bahwa Al-Jazeera merupakan media propaganda utama untuk kepentingan Amerika Serikat dan keseluruhan pemrogramannya dilakukan di Amerika Serikat pada Allied Media Corp.
Setiap waktu Al-Jazeera melaporkan berita
yang baru melalui video atau audio mengenai Al-Qaeda atau bin Laden
yang membuat ancaman melawan Amerika Serikat.
Audio atau video tersebut sebenarnya dibuat di studio Allied Media Corp. Padahal dengan melakukan hal itu, secara esensial pemerintah Amerika Serikat membuat ancaman-ancaman untuk bangsanya sendiri.
Allied Media Corp membuatkan untuk Al Jazeera video-video ancaman teroris. (sumber: http://www.satdirectory.com)
Setiap video, setiap audio tape dari bin
Laden atau hantu al-Qaeda yang membuat ancaman melawan Amerika Serikat
sebenarnya dibuat di Amerika Serikat.
Studio-studio Allied Media Corp membuat
video dan audio tape untuk mantan Pemerintahan Presiden Bush dalam
rangka Amerika Serikat melanjutkan “Perang Melawan Teror” serta perang
agresi melawan rakyatnya sendiri termasuk negara-negara berdaulat
lainnya di dunia.
Paska 9/11 video tape dari bin Laden yang
menurut dugaan mengakui telah melakukan serangan melawan Amerika
Serikat, adalah palsu dan orangnya yang kita harus mempercayainya bahwa
dia adalah bin Laden, hanyalah seorang aktor.
George W. Bush menggunakan Allied Media Corp
dengan merekayasa pembuatan video dan audio tape yang dilakukan oleh
para aktor yang melukiskan bin Laden serta al-Qaeda membuat ancaman
melawan Amerika Serikat dalam rangka mepengaruhi serta memaksa Kongres
untuk memberi Bush kekuasaan diktator serta merampok hak-hak sipil dan
kemerdekaan rakyat Amerika.
Bin
Laden tidak menyingkirkan kebebasan anda, Bush di Gedung Putih lah yang
melakukan. Bin Laden tidak menyerang Amerika Serikat pada tanggal 11
September 2001, Pemerintah Anda sendiri lah yang melakukannya (Inside Job).
Bin Laden tidak membuat bangkrut Amerika
Serikat, Pemerintah Anda lah yang melakukannya – sepanjang sejarah semua
kerajaan besar runtuh sebagai akibat pembiayaan yang sangat mahal dalam
kampanye agresi.
Bin Laden tidak membunuh lebih dari 1
juta orang warganegaranya yang tidak bersalah, Pemerintah Andalah yang
melakukannya – pertama dilakukan oleh Pemerintahan Clinton, kemudian
pada masa Pemerintahan George W. Bush dan Dick Cheney dan sekarang masa
Pemerintahan Obama.
Al Qaeda adalah dan selalu sosok yang
dibuat oleh organisasi teroris Amerika Serikat. Terorisme dibuat dalam
sebuah agenda politik Amerika Serikat. (berbagai sumber/icc.wp.com)
Cuplikan Film “Kurbaan” Tentang Terorist
*
Alex Jones: Al-Qaeda created by CIA
Question: Which country alone in the Middle East has nuclear weapons?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country in the Middle East refuses to sign the nuclear non-proliferation treaty and bars international inspections?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country
in the Middle East seized the sovereign territory of other nations by
military force and continues to occupy it in defiance of United Nations
Security Council resolutions?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country
in the Middle East rountinely violates the internatinal borders of
another sovereign state with warplanes, artillery, and naval gunfire?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: What American
ally in the Middle East has for years sent assassins into other
countries to kill its political enemies (a practice sometimes called
exporting terrorism)?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: In which
country in the Middle East have high ranking military officers admitt
publicly that unarmed prisoners of war were executed?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country in the Middle East refuses to prosecute its soldiers who have acknowleged executing prisoners of war?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country
in the Middle East created 762,000 (According to the United Nations
Conciliation Commission, 1949) refugees and refuses to allow them to
return to their homes, farms, and businesses?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country
in the Middle East refuses to pay compensation to people whose land,
bank accounts, and businesses it confiscated?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: In which country in the Middle East was a high ranking United Nations diplomat assassinated?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: In which
country in the Middle East did the man who ordered the assassination of
high-ranking UN diplomat became prime minister?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country
in the Middle East blew up an American diplomatic facility in Egypt and
attacked the U.S.S. Liberty, a U.S. ship, in international waters that
left 35 dead and wounding 177 American sailors?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country
in the Middle East employed a spy, Jonathan Pollard, to steal classified
documents from the U.S. and then share some of them with the Soviet
Union?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: What country,
at first, denied any official connection to Pollard, then voted to make
him a citizen and has continuously demanded that the American President
grant him full pardon?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country,
on this planet, has the second most powerful lobby force in the United
States, according to a recent Fortune magazine survey of Washington
insiders?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country
in the Middle East is in defiance of 69 United Nations Security Council
resolutions and has been protected from 29 more by U.S. vetoes?
Answer: Israel
Answer: Israel
Question: Which country
in the world does not approve of having United Nations security forces
provide protection for the Palestinian people from Israeli military
aggression?
Answer: United State of America
Answer: United State of America
Question: Who attack and made the USS Liberty sank?
Answer: Israel
Answer: Israel
*****
“…Terror Around Us, Are We Next?…”
Komentar
Posting Komentar